Website ini sedang dalam tahap pengembangan. Dimungkinkan ada beberapa menu atau konten yang belum dapat diakses.

Website ini sedang dalam tahap pengembangan. Dimungkinkan ada beberapa menu atau konten yang belum dapat diakses.

Ngopi Sore Episode 3: Pentingnya Memanfaatkan Relasi dan Melakukan Personal Branding untuk Membuka Kesempatan Kolaborasi

Pada hari Selasa, 28 Mei 2024, telah terselenggarakan Ngopi Sore Episode 3 secara hybrid, secara luring di Selasar Gedung 3 Fapsi Unpad dan secara daring melalui aplikasi Zoom. Kegiatan tersebut diadakan oleh Pusat Studi Inovasi dan penelitian Psikologi (PSIPP) dari pukul 15.30 hingga 16.37 sore, dihadiri oleh dosen-dosen Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran.

Ngopi Sore merupakan kegiatan dosen semi-formal yang diadakan setiap sebulan sekali. Sesuai namanya, konsep acara ini adalah talk show di sore hari sambil menikmati kudapan yang dihidangkan. Ngopi Sore Episode 3 kali ini diselenggarakan dengan mengusung topik “Membangun Kolaborasi dengan Pihak di Luar Fapsi Unpad”. Topik tersebut dibawakan oleh seorang host yaitu Miryam Wedyaswari, M.Psi., Psikolog, serta dua narasumber utama, yaitu Fredrick Dermawan Purba, M.Psi., Ph.D., Psikolog atau akrab disapa sebagai Bang Jeki, dan Dr. Fitri Ariyanti Abidin, M.Psi., Psikolog yang biasa disapa dengan panggilan Mba Fitri.

Acara dimulai dengan pembukaan oleh host, disusul oleh pemaparan situasi terkini mengenai tuntutan menyertakan kolaborator dalam pengajuan proposal penelitian Unpad oleh Dr. Hj. Ratna Jatnika, M.T.. Setelah itu, acara dilanjutkan oleh pembahasan topik utama oleh dua narasumber dengan dipandu oleh host

Secara garis besar, bincang-bincang tersebut membahas mengenai beberapa hal, yaitu bagaimana cara mendapatkan kolaborator dengan memanfaatkan relasi dan membentuk konsorsium, tips-tips melakukan kolaborasi dengan kolaborator, dan pengalaman unik narasumber ketika sedang melakukan kolaborasi. Sambil menyantap snack dan meminum minuman yang disediakan, para dosen yang hadir terlihat memerhatikan pembahasan dengan saksama.

Bahasan diawali oleh Bang Jeki dengan penekanan bahwasanya di zaman sekarang, penelitian lintas institusi, prodi, maupun negara, akan lebih dihargai dan berdampak. Oleh karena itu, penting untuk mendapatkan kolaborator untuk diajak bekerjasama dalam melaksanakan penelitian. Salah satu bentuk kolaborasi adalah dengan bergabung atau membentuk konsorsium, yaitu kumpulan individu atau institusi yang memiliki kesamaan dan tujuan atau pekerjaan sama. Konsorsium dapat saja berbentuk kerja sama yang formal maupun informal. Relasi berperan penting agar seorang peneliti dapat membangun konsorsium dengan kolaborator yang sesuai.

Dari dua narasumber yang hadir, terdapat tiga poin penting yang menjelaskan bagaimana relasi dapat dimanfaatkan dalam mendapatkan kolaborator, yaitu relasi dengan promotor ketika sedang dan telah menjalankan program S3, relasi dari konferensi ilmiah, dan relasi dengan komunitas masyarakat. 

Bang Jeki membagikan pengalaman dan pengetahuannya tentang bagaimana memanfaatkan relasi dengan promotor dan relasi dari konferensi ilmiah. Relasi berupa promotor dapat menghubungkan peneliti dengan peneliti lain, dalam cakupan yang lebih luas, yang berkemungkinan memiliki ketertarikan serupa untuk meneliti topik tertentu. Relasi dari konferensi ilmiah bisa didapatkan terutama dengan presenter konferensi tersebut atau peserta yang bertanya. 

Sementara itu, Mba Fitri lebih menekankan mengenai pemanfaatan relasi dari komunitas masyarakat. Misalnya, dengan hanya mengenal satu anggota atau orang di suatu komunitas, seorang peneliti berkemungkinan untuk dapat menjalin kerjasama dengan seluruh anggota komunitas tersebut melalui kenalannya tadi. Relasi dengan komunitas masyarakat, khususnya di negara Indonesia, mampu memberikan ukuran sampel penelitian yang besar, kemudahan mencari asisten, serta biaya yang lebih murah. Tentunya, tambah beliau lagi, penelitian kolaborasi juga memberikan peneliti kesempatan untuk memanfaatkan ilmunya, mempelajari hal baru dari kolaborator, dan bermanfaat langsung bagi masyarakat.

Dari ketiga poin tersebut, Bang Jeki juga mengatakan bahwasanya hal yang tak kalah penting adalah keberanian untuk melakukan pendekatan dengan orang yang ingin diajak bekerja sama, seperti tertera dalam kutipan berikut, “Jadi, intinya, adalah keberanian untuk meng-approach.”

Selain memiliki keberanian untuk melakukan pendekatan, tambah Bang Jeki, seorang peneliti juga sebaiknya juga berani memperkenalkan dirinya sebagai expertise dalam bidang tertentu atau menggencarkan personal branding-nya. Dengan personal branding, ada kemungkinan bahwa audiens akan mengingat peneliti tersebut sambil mengasosiasikannya dengan keyword kepakaran peneliti sehingga kesempatan untuk mendapatkan ajakan kolaborasi pun bertambah.

Setelah membahas mengenai tips-tips untuk mendapatkan kolaborator, MC menanyakan kepada narasumber mengenai hal-hal menarik yang terjadi selama melakukan kolaborator. 

Sampai di penghujung acara, host menutup kegiatan tersebut. Setelah itu, para dosen lanjut berbincang satu sama lain seraya menyantap kudapan yang disediakan. Dengan diadakannya kegiatan kali ini, semoga tantangan dalam mencari kolaborator lebih mudah diatasi ke depannya oleh para dosen sehingga penelitian-penelitian berkualitas dapat terselenggara dengan baik.